Archive for September, 2006

WBI Governance & Anti-Corruption – Governance Indicators: 1996-2005

18 September 2006

Bank Dunia baru saja meluncurkan informasi ini (September 2006). Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam perspektif Bank Dunia, korupsi hanyalah satu dimensi saja dari persoalan governance (tata-pemerintahan) yang lebih luas.

This page presents the updated aggregate governance research indicators for 213 countries for 1996-2005, for six dimensions of governance:

* Voice and Accountability

* Political Stability and Absence of Violence

* Government Effectiveness

* Regulatory Quality

* Rule of Law

* Control of Corruption

The data and methodology used to construct the indicators are described in “Governance Matters V: Governance Indicators for 1996 – 2005.” The data can be accessed interactively through the links on the right of this page.

Source: WBI Governance & Anti-Corruption – Governance Indicators: 1996-2005

Prohibition and the Economists – Mises Institute

17 September 2006

Penting membaca artikel ini untuk mengenali argumen ilmiah atas prohibition (pelarangan minuman keras/obat-obatan penyebab ketergantungan).  Khususnya dalam perspektif rational choice, kesimpulannya adalah bahwa pelarangan zat-zat penyebab ketergantungan merupakan tindakan yang mahal, inkonsisten, tidak lengkap, serta memiliki nilai terbatas.

This literature explores the question of rationality with respect to addiction and dangerous drugs. For the most part, it shares the common heritage of the Chicago tradition. Rationality is a crucial issue for both prohibition and economic theory in general. While this literature is in general agreement with Fernandez on the difficulty of making prohibition work, its conclusions are based on the rationality of the consumer rather than the lack of it. As a result, prohibition is found to be costly, inconsistent, incomplete, or of limited value.

Source: Prohibition and the Economists – Mises Institute

Masalah baru hubungan Islam – Kristen?

15 September 2006

Laporan di New York Times menyebutkan bahwa Paus Benediktus menjadi sandungan baru dalam hubungan antar agama Kristen/Katolik dan  Islam.

Muslim Leaders Assail Pope’s Speech on Islam – New York Times

But the pope began this speech at Regensburg University with what he conceded were “brusque” words about Islam: He quoted a 14th Century Byzantine emperor as saying, “Show me just what Muhammad brought that was new, and there you will find things only evil and inhuman, such as his command to spread by the sword the faith he preached.”

Benedict also used the word “jihad,” or holy war, saying that violence was contrary to God’s nature and to reason. But, at the end of a speech that did not otherwise mention Islam, he also said that reason could be the basis for “that genuine dialogue of cultures and religions so urgently needed today.”

powered by performancing firefox

ANTARA News :: Presiden: Kurangi Penggunaan APBN dan APBD untuk Belanja Aparat

8 September 2006

 

Instruksi Yudhoyono itu dikeluarkan karena sampai sekarang di berbagai instansi pusat dan pemerintah daerah, ternyata anggaran lembaga-lembaga itu lebih banyak dimanfaatkan untuk membiayai pegawai daripada untuk membangun berbagai proyek kepentingan umum.

Sementara itu, Gubernur Gorontalo Fadel Mohammad yang mendampingi Menteri Komunikasi dan Informatika membenarkan bahwa sejumlah gubernur, walikota dan bupati lebih sering menghabiskan dana APBD untuk membelanjai para karyawan mereka daripada membangun proyek-proyek yang bisa mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.

Source: ANTARA News :: Presiden: Kurangi Penggunaan APBN dan APBD untuk Belanja Aparat

Ini instruksi atau konsumsi publik? Rancangan APBN telah diajukan pemerintah ke DPR, jadi untuk mewujudkan hal ini pemerintah harus merubah sendiri dulu, atau mengusulkan penyesuaian terhadap Rancangan APBN yang sudah diajukannya. Untuk APBD memang masih ada waktu sebelum diajukan (menurut jadwal seharusnya dalam bulan Oktober, segera setelah DPR memutuskan APBN).

Dua catatan:

  1. Penggunaan anggaran yang mengutamakan belanja publik adalah salah satu butir 8 prasetya PDI-P.
  2. Perintah untuk alokasi anggaran lebih dari 50% untuk kepentingan publik tertuang dalam UU No. 11 th 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Penyederhanaan Sistem Kepartaian?

6 September 2006

Namun, introspeksi juga perlu. Bukankah kita pernah menerapkan fusi dan sistem tiga partai semasa Orde Baru? Hasilnya, kehancuran terjadi di setiap sendi kehidupan. Adalah bijak untuk belajar dari kesalahan. Karena itu, partai boleh saja dibatasi menjadi dua belas, delapan, atau dua. Tetapi, kualitas kehidupan rakyat dan demokrasi tidak boleh lagi kembali ke masa lalu.

Source: Media Indonesia Online

 

Berbicara tentang penyederhanaan sistem kepartaian orang selalu diingatkan pada sistem tiga partai di bawah Orde Baru yang dikutip sebagai pengalaman buruk, suatu kesalahan. Tetapi sayang tidak dijelaskan apanya yang salah. Dalam wacana di awal Orde Baru misalnya yang mengemuka adalah sistem bipartit (dua partai), pendukung pandangan ini sering dialamatkan pada kelompok cendikiawan yang terlibat dalam diskusi dengan kelompok tentara. Bukan memasalahkan keterlibatan tentara dalam menyusun rancang bangun sistem politik, tetapi bahwa dua, tiga, atau satu lusin bukan inti permasalahnya, setidaknya bukan satu-satunya masalahnya.

Kembali pada penyedehanaan kepartai akan lebih tepat untuk melihat kesalahan yang terjadi di awal Orde Baru adalah bahwa penyederhanaan dilakukan dengan target dan “pemaksaan”, terlebih selanjutnya dengan sistem kepartaian yang sederhana itu partai politik bisa dengan mudah dikendalikan oleh pemerintah dan tentara. Dari sisi itu bahwa keinginan untuk menyederhanakan partai politik tidaklah bisa dilakukan dengan membatasi batasan jumlah partai politik, serta kemudian dengan arbitrar (terserah penguasa saja) menentukan partai-partai politik yang berhak untuk terus hidup dan siapa yang harus bergabung dengan siapa.

Partai politik tidaklah dengan otomatis bisa mengikuti pemilihan umum. Untuk mendirikan partai politik diatur dalam UU 31/02 tentang partai politik sedangkan untuk keikutsertaan dalam pemilu diatur dalam UU 12/03 tentang Pemilu. Jadi yang mau disederhanakan adalah Partai Politik Peserta Pemilihan Umum. Pada saat ini untuk dapat kembali mengikuti pemilu suatu politik memerlukan 3% perolehan suara.

 

Untuk mewujudkan tujuan kemasyarakatan dan kenegaraan yang berwawasan kebangsaan, diperlukan adanya kehidupan dan sistem kepartaian yang sehat dan dewasa; yaitu sistem multipartai sederhana.

Dalam sistem multipartai sederhana akan lebih mudah dilakukan kerja sama menuju sinergi nasional. Mekanisme ini di samping tidak cenderung menampilkan monolitisme, juga akan lebih menumbuhkan suasana demokratis yang memungkinkan partai politik dapat berperan secara optimal. Perwujudan sistem multipartai sederhana dilakukan dengan menetapkan persyaratan kualitatif ataupun kuantitatif, baik dalam pembentukan partai maupun dalam penggabungan partai-partai yang ada.

Partai politik sebagai peserta pemilihan umum mempunyai kesempatan memperjuangkan kepentingan rakyat secara luas, mengisi lembaga-lembaga negara, dan untuk membentuk pemerintahan.

link

ANTARA News :: PAN Usul Jumlah Parpol Peserta Pemilu Dikurangi

3 September 2006

Penyederhanaan sistem kepartaian rasanya memang merupakan arah yang sudah tercantum dalam UU Partai Politik. Mekanisme penyaring yang digunakan adalah electoral threshold, yang membatasi keikutsertaan suatu partai politik dalam pemilu berdasarkan perolehan suara pemilu sebelumnya. Jumlah partai peserta pemilu tahun ’99 memang 48 dan sudah menurun menjadi 24 pada pemilu ’04.

Yang menjadi permasalahan adalah apakah kita akan menetapkan berapa sesungguhnya jumlah partai politik (peserta pemilu) yang ideal? Atau seperti yang diatur dalam UU Partai Politik saat ini, menetapkan batasan seperti electoral threshold untuk menyaring. Bila angka perolehan suara 15% digunakan maka secara teoritis hanya bisa ada 6 partai. UU Partai Politik yang belaku saat ini juga menetapkan electoral threshold 15% sebagai aturan, sedangkan angka yag berlaku saat ini 2%  merupakan ‘aturan peralihan’.

PAN, melalui wakil-wakilnya di DPR-RI, siap mengusulkan kepada pemerintah untuk memperketat persyaratan bagi parpol yang akan mengikuti pemilu, sehingga yang lolos mengikuti Pemilu tahun 2009 jumlahnya semakin sedikit dengan visi dan misi yang jelas.

PAN pun akan mengusulkan agar parpol yang lolos sebagai kontestan pemilu adalah partai yang berhasil meraih 15 persen suara dari total jumlah kursi yang ada di DPR-RI dan bukan berdasarkan jumlah pemilih secara nasional.

Karenanya partai-partai yang tidak lolos seleksi perlu diminta membubarkan diri dan menyalurkan suaranya kepada parpol lain yang lolos seleksi serta tidak lagi berkoalisi dengan partai kecil untuk membentuk partai baru karena dampaknya terkesan hanya mengejar ego dan kepentingan sesaat.

Source: ANTARA News :: PAN Usul Jumlah Parpol Peserta Pemilu Dikurangi